Followers

Sabtu, 13 Agustus 2011

Detektif Kusuma Bangsa

Karya: Diah Eka Puteri

“Sial!” kesal Leo.
“Ada apa, sih? Pagi-pagi kok udah marah?” sahut Bimo.
“Gimana gak marah coba, kalo setiap hari ada aja barangku yang hilang. Kemarin kotak pensil, sekarang buku catatan, terus besok apa? Tasku?” Beberapa hari ini barang Leo selalu saja hilang mulai dari pensil sampai kotak pensilnya. Dia ingin sekali memukul orang yang mencuri barang-barangnya itu. Apa mereka tak punya uang untuk membelinya.
“Udah, diikhlasin aja, Eo,” ujar Bimo. “Paling fans-fansmu bakalan ngasih hadiah yang kayak gitu,” ucap Bimo. Dia tahu sahabatnya itu adalah idola para cewek di SMA Kusuma Bangsa maupun di luar sekolah. Itu karena Leo memiliki wajah tampan seperti aktor sinetron, badan tegap, dan seorang atlet kebanggaan sekolah.
“Kamu benar juga, Mo. Nanti aku liat lokerku dulu sebelum pulang sekolah, siapa tau ada hadiah bagus dari mereka. Maklum aku belum pernah buka lokerku dari seminggu yang lalu,” kata Leo sambil menyibakkan rambutnya karena diterpa angin pagi dari jendela kelas mereka.
***
“Ahhhh… Leo!” teriak siswi-siswi yang sedang melihat Leo melakukan pemanasan sebelum berlari. Sore itu seharusnya dia bisa pulang cepat dan melihat lokernya, tetapi Pak Anwar, pelatihnya menyuruh dia untuk latihan karena sebentar lagi lomba lari antarsekolah dimulai.
“Aduh, Leo kenapa catatan waktu kau mulai lambat, hah?” tegur Pak Anwar dengan aksen bataknya.
“Maaf, Pak akhir-akhir ini saya banyak masalah,” kata Leo.
“Alamak, masalah kau jangan dibawa-bawa kesini. Fokus, nak. Fokus,”
“Siap, pak” ujar Leo tegas. Dia mulai memikirkan kotak pensilnya yang hilang lagi. Bukannya dia tidak punya uang untuk membeli baru, tapi di dalam kotak pensil itu ada barangnya yang sangat berharga. Barang yang tidak bisa dibeli dengan uang. Itu adalah kalung dari Ayahnya yang telah meninggal beberapa tahun lalu. Kalung itu adalah amanat terakhir
yang harus dijaga setelah ibunya. Dia tak ingin kalung itu dijual oleh si pencuri. Makanya, sebelum pencuri itu menjualnya, dia harus mendapatkan kotak pensil itu kembali. Tapi bagaimana caranya? Leo benar-benar bingung.
Priiittt…
Latihan lari pun dimulai. Bimo mulai mengambil posisi start jongkok.
“Bersedia. Siap. Ya!”
Bimo mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari. Dia harus fokus kalau ingin menang dan membanggakan sekolahnya. Sementara itu, dari tepi lapangan para siswi SMA Kusuma Bangsa berteriak histeris melihat aksi Leo.
“Leo… Leo… Leo,” teriak mereka memberi semangat. Tapi dari semua siswi itu ada satu orang yang tak sehisteris mereka. Dia hanya melihat Leo dengan tatapan memuja.
“Wi, kau kesambet, kah? Sore-sore begini gak boleh melamun, kali” ujar Intan. Siswi yang bernama Dewi itu melirik Intan dengan sebal.
“Siapa juga yang melamun? Aku ‘kan lagi melihat pangeranku,” ucap Dewi sembari menatap Leo yang sudah menyelesaikan larinya. Intan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Dewi.
“Yok, Tan. Aku mau ke toilet untuk menyisir rambutku. Poniku kayaknya udah mulai berantakan nih,” ajak Dewi. Dia tidak ingin penampilannya jelek apalagi di depan Leo, sang Pangeran pujaannya. Pokoknya, dia harus terlihat cantik.
“Udah cantik, kok,” ujar Intan seperti tahu apa yang dipikirkan Dewi.
***
“Hah… hah… hah…” Leo segera mengatur napasnya kembali setelah berlari tadi.
“Baik, latihan hari ini kita akhir dulu, anak-anak. Jangan lupa besok kita bertemu lagi disini. Dan kau Leo, fokuslah untuk lomba minggu depan. Selamat sore,” kata Pak Anwar. Beliau segera meninggkalkan lapangan. Leo sangat lelah hari ini. Dia lalu buru-buru ke toilet untuk berganti baju. Tiba-tiba dia memikirkan kalungnya lagi. Saat ingin pergi ke tempat lokernya, dia berpapasan dengan Bimo.
“Hey, Leo. Gimana latihannya?” ujar Bimo.
“Catatan waktuku mulai turun lagi, Mo. Ekskul Biologimu udah selesai?” kata Leo sambil merapikan baju seragamnya.
“Sudah. Sekarang, kau mau kemana?”
“Mau ngelihat lokerku dulu. Ikut?” tanya Leo.
“Oke. Yok,” Mereka pun pergi bersama-sama.
Selama perjalanan menuju loker Leo, mereka berbicara masalah kotak pensil Leo yang hilang.
“Aku tahu, kamu lagi sedih karena udah hilangin kotak pensil itu, kan?” tanya Bimo. Leo hanya diam saja. Dia pernah menceritakan masalah kalung ayahnya yang disimpannya di dalam kotak pensil itu.
“Aku ada solusinya, kok,” ucapan Bimo itu membuat Leo berhenti berjalan. Dia menatap Bimo bingung. Melihat temannya yang bingung, Bimo segera mengambil selembaran kertas dari dalam tasnya. Kertas itu bukan hanya sekedar kertas polos, terdapat tulisan dan gambar seperti kertas iklan yang sering diedarkan oleh pekerja toko swalayan. Kertas itu terdapat gambar kaca pembesar dan topi yang sering digunakan oleh detektif. Selain itu, terdapat tulisan yang berkata “APA KALIAN SEDANG MEMPUNYAI MASALAH? PENCURIAN? PENGUNTITAN? ATAU HAL LAIN YANG BERHAWA KRIMINALITAS? SILAHKAN HUBUNGI KAMI DETEKTIF KUSUMA BANGSA YANG AKAN SELALU MEMBELA KEBENARAN DI NO. TLP 085632866788 ATAU KE KELAS XI IPA 3”.
“Kau yakin ini bakalan berhasil,” ucap Leo ragu. Bimo sebenarnya juga ragu akan Detektif Kusuma Bangsa tersebut, tapi dari apa yang didengarnya, detektif tersebut sudah memecahkan kasus penguntitan yang terjadi di sekolahnya.
“Udah, coba aja dulu. Siapa tahu berhasil?” ujar Bimo menyakinkan Leo. Setelah ia menimbang dan berpikir beberapa saat, akhirnya ia menyetujui ide Bimo.
“Kalau begitu besok kita akan ke kelas mereka. Dan sekarang, kita harus ke tempat lokermu. Ayo!” mereka pun segera pergi.
***
Leo dan Bimo masuk ke kelas XI IPA 3. Siswi di kelas itu pun menjerit melihat Leo ada di kelas mereka. Bimo bertanya kepada salah satu temannya dimana Detektif Kusuma Bangsa.
“Itu, disana,” ucap teman mereka itu sambil menunjuk ke salah satu meja yang berada di pojok belakang.
“Thanks, bro,” ujar Bimo. Mereka mendekati bangku tersebut. Disana ada tiga orang cowok yang terlihat sedang mendiskusikan sesuatu. Cowok berambut klimis dengan poni lempar lembingnya terlihat seperti ketua mereka, karena dia paling banyak bicara.
“Permisi. Apa kalian Detektif Kusuma Bangsa?” tanya Leo pada mereka. Cowok yang terlihat seperti ketua itu berdiri dan memperhatikan Leo dengan seksama.
“Iya, kami Detektif Kusuma Bangsa. Ada keperluan apa?” tanyanya.
“Aku Leo dan ini temanku Bimo. Aku yang tadi malam menelponmu. Kau ingat?” ucap Leo sambil menjulurkan tangannya. Cowok itu segera menyalami tangan Leo,
“Oh, ya, ya. Aku ingat. Namaku Jo. Aku ketua dalam grup detektif ini. Mereka berdua adalah teman-temanku yang selalu membantu jika aku kesusahan. Yang ini namanya Soni,” sambil memegang bahu seorang cowok bertubuh gendut dan rambut acak-acakan. “Lalu ini Rio,” sambil menunjuk cowok kurus tinggi dan berambut sama seperti Jo. “Kami akan membantumu untuk mencari kotak pensil yang hilang tersebut. Kami sepakat sepulang sekolah ini akan ke TKP, dan terserah kau apakah ingin ikut bersama kami untuk menyelidiki atau tidak,” ucap Jo.
“Sepulang sekolah ini, ya? Sepertinya aku tak bisa ikut karena aku ada latihan lari, bagaimana kalau kamu saja Bimo? Hari ini kau tidak ada ekskul kan?” ujar Leo. Ia berharap temannya akan membantu untuk menemukan kotak pensilnya yang hilang.
“Oke deh. Nanti kita bertemu di kelasku, XI IPA 1 sepulang sekolah nanti,” setuju Bimo.
Teng… teng… teng…
Bel berbunyi tanda masuk kelas. Bimo dan Leo segera ke kelas mereka untuk memulai pelajaran pertama. Masalah Leo yang kehilangan kotak pensil pun menjadi buah bibir dikalangan siswi-siswi SMA Kusuma Bangsa. Ada yang mencibir Leo karena kenapa harus mencari kotak pensil yang murahan seperti itu. Ada juga yang menganggap Leo imut karena menggunakan kotak pensil dan menebak-nebak kotak pensilnya berwarna apa.
Jam sekolah telah berakhir. Bimo, Jo, Soni, dan Rio pun bertemu di kelas XI IPA 1 untuk menyelidiki tempat hilangnya kotak pensil Leo. Mereka mulai memeriksa meja Leo termasuk lacinya. Selain itu, mereka juga memeriksa meja-meja di sekitar bangku Leo.
“Untuk apa kalian memeriksa meja-meja yang lain? Bukannya kotak pensil Leo hilang di laci mejanya,” kata Bimo bingung melihat mereka memeriksa meja yang lain.
“Ya, siapa tahu saja ada yang menukar meja Leo dengan meja mereka dan kotak pensil itu terbawa tanpa mereka ketahui,” kata Soni melihat laci meja yang berada di depan kanan meja Leo. Hmmm… mereka benar juga kenapa tak terpikirkan olehku ucap Bimo dalam hati. Setelah memeriksa semua meja, hasil yang mereka dapatkan adalah nihil. Atas usul Jo mereka pergi ke kantor Satpam untuk bertanya siapa saja yang berada di sekolah saat kotak pensil Leo hilang. Leo meninggalkan kotak pensilnya di bawah meja saat pulang sekolah dimana tidak ada lagi orang disekolah, kecuali Pak satpam. Otomatis, ada yang kembali ke sekolah untuk mengambil kotak pensil tersebut.
“Jadi, siapa saja yang kembali ke sekolah saat itu, Pak?” tanya Rio saat berada di kantor satpam.
“Kalau tidak salah ada tiga orang yang kembali ke sekolah sore itu. Yang pertama namanya…” Pak satpam itu membuka buku tamunya. “Ah, namanya Gilang kelas X-4, Dewi XI IPS 1, dan Rina kelas X-1. Mereka bilang, mereka ingin mengambil barang yang tertinggal di kelas,” jelas satpam itu. Jo segera menyuruh Rio untuk memanggil mereka bertiga.
***
Sementara itu, Leo harus latihan lari demi meningkatkan catatan waktunya. Tetapi, dia tak bisa fokus dan terus memikirkan kalung ayahnya. Karena hal itu, dia tidak melihat kalau dia sudah melewati garis finish dan terus berlari. Tiba-tiba saja dia tersandung batu dan terjatuh.
“Akh…” keluhnya. Lututnya mengucurkan darah segar. Pak Anwar dan teman-temannya segera menghampiri dan membawanya ke UKS. Siswi yang melihatnya, khawatir dengan keadaan Leo. Mereka mengikuti Pak Anwar untuk memastikan keadaan Leo.
“Yang tidak berkepentingan tolong bubar. Sesak sekali lah disini,” kata Pak Anwar menyuruh mereka bubar. Meraka menggerutu karena tak dibolehkan melihat keadaan Leo.
***
Gilang, Dewi dan Rina telah berkumpul di ruang kelas XI IPA 1. Mereka bingung karena panggilan Rio
“Ada apa, sih, detektif?” tanya Dewi kesal. Bagaimana tidak kesal, saat Leo sang pangeran pujaannya sedang sakit dia harus berada di kelas Leo. Harusnya kan dia merawat Leo yang sakit.
“Oke. Maaf mengganggu waktu kalian, tapi kami harus menyelesaikan kasus yang baru kami terima dari Leo. Dan kasus ini berhubungan dengan kalian bertiga. Jadi, kalian harus menjawab dengan sejujur-jujurnya,” ujar Jo dengan tegas.
“Maaf, apakah aku mengganggu penyelidikan kalian,” tiba-tiba terdengar suara dari pintu kelas. Suara itu adalah suara Leo. Dia datang kesini dengan kaki yang sudah diberi pembalut luka.
“Kamu kenapa, Eo?” tanya Bimo khawatir. Sementara itu, Dewi dan Rina melihatnya dengan tatapan khawatir sekaligus kagum.
“Tadi habis jatuh. Gak apa-apa kok. Lebih baik kalian melanjutkan penyelidikan kalian,” ujar Leo, dia pun duduk di bangku dekat dengan Bimo.
“Oke, kita lanjutkan. Sebutkan nama kalian dan apa yang kalian lakukan saat kembali ke sekolah sore kemarin lusa? Mulai dari kamu,” kata Jo sambil menunjuk Gilang.
“Namaku Gilang Saputra kelas X-4. Waktu itu aku mau ambil raket badmintonku yang ketinggalan di kelas. Tapi, ternyata raket itu ada di lokerku,” kata Gilang dengan santai.
“Namaku Dewi Minamosa Radian kelas XI IPS 1. Aku ke sekolah mau mengambil cerminku yang ketinggalan di lokerku. Boleh kan?” ucap Dewi sambil menyibakkan poninya ke samping.
“Ya… ya… boleh. Selanjutnya,” kata Jo menunjukkan Rina.
“Namaku Marina dipanggil Rina kelas X-1. Aku mau mengambil jaketku yang ketinggalan di kelas,” ucap Rina.
“Rio, kamu ke kantor satpam tadi dan menanyakan kebenaran perkataan mereka tadi,” suruh Jo. Rio segera pergi menemui satpam tadi dan mengatakan semua perkataan mereka tadi.
“Dari mereka bertiga ada yang berbohong, sebenarnya…” pak satpam itu menjelaskan kejadian sebenarnya.
***
Rio pun kembali dan membisikan perkataan satpam itu pada Jo. Jo hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti,
“Baik, aku sudah mengetahui siapa pelakunya,” perkataaan Jo membuat kaget mereka semua. “Diantara kalian bertiga ada yang berbohong tentang barang yang tertinggal itu. Gilang, barangmu yang tertinggal adalah raket badminton. Raket itu cukup besar jadi kau tak bisa menyimpannya di tas, jadi, saat keluar dari sekolah kau terpaksa menentengnya. Rina, barangmu yang tertinggal adalah jaket. Satpam tadi mengatakan bahwa saat kau masuk ke sekolah kau tidak memakai jaket, tetapi saat keluar sekolah kau sudah memakai jaket. Dan terakhir Dewi,” Jo menghentikan ucapannya untuk sementara waktu untuk menarik napas.
“Barangmu yang tertinggal adalah cermin yang bisa dimasukkan ke dalam tas. Menurut, pak satpam saat kau ke sekolah kau sudah membawa cermin ditanganmu. Jadi kaulah pelakunya!” ucap Jo menggelegar.
“A,apa? Kau tak punya bukti untuk menuduhku. Siapa tahu satpam itu hanya berbohong,” kata Dewi dengan sedikit raut wajah marah.
“Siapa bilang kami tak punya bukti. Apakah kau tak tahu kalau ada CCTV yang terpasang di gerbang sekolah? Dengan itu kami akan mencari rekaman saat kau kembali ke sekolah kemarin lusa,” kata Jo dengan senyum penuh kemenangannya.
“Ma, masa’ sih ada CCTV? Oke kalau gitu aku mengaku, kalau aku yang mengambil barang-barang Leo akhir-akhir ini.Leo maafin aku ya. Kumohon,” mohon Dewi pada Leo. Leo akhirnya senang karena dia bisa menemukan orang yang telah mengambil kotak pensilnya.
“Aku akan maafin kamu, kalau kamu kembaliin kotak pensilku beserta isi-isinya. Lagian ngapain, sih, kamu mengambil barang-barangku?,” kata Leo.
“Tenang aja kok, aku gak pernah mengambil isi yang ada di kotak pensil kamu. Sebenarnya, aku mengambil kotak pensil kamu karena aku nge-fans banget sama kamu. Jadi aku juga pengen punya barang seperti punyamu. Maaf ya, Leo” kata Dewi malu.
Dewi pun mengembalikan semua barang yang telah di ambilnya dari laci maupun loker Leo. Tak disangka ada sekitar 10 barang yang dia ambil. Akhir-akhir ini Dewi tahu ternyata di gerbang sekolah tidak dipasangi CCTV, para detektif itu membohongi Dewi agar kasus mereka selesai. Sedangkan Leo, dia akhirnya memenangkan lomba lari antarsekolah tersebut. Itu membuat Pak Anwar bangga padanya. Saat penyerahan trofi, terlihat dia sedang memakai kalung berliontin huruf L dari ayahnya.
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Visitor

Pages